Halaman

Kamis, 13 September 2012

LAPORAN PENDAHULUAN BPH



ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. S DENGAN BPH PROSTATEKTOMY
DIRUANG BAITUR RAHMAN RSI SULTAN AGUNG SEMARANG





DISUSUN OLEH :
ADISTA INDI A







FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2008
BPH
(BENIGN PROSTATE HYPERTHROPY)

KONSEP TEORI
A. Definisi
Pembesaran prostat jinak (BPH, Benign Prostate Hyperthropy) adalah pertumbuhan jinak pada kelenjar prostat, yang menyebabkan prostat membesar (http : //www.wikipedia.com)
Pembesaran prostat jinak (BPH, Benign Prostate Hyperthropy) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostate (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun ), menyebabkan bebrapa derajat obstruksi uretra dan pembatasan aliran urinarius.
(Mansjoer, 2000)

Prostatektomi reseksi bedah bagian prostat yang memotong uretra untuk memperbaiki aliran urine dan menghilangkan retensi urinaria akut
(Marilyne E. Doenges, 1993)

B. Etiologi
Etiologi BPH belum diketahui secara jelas, namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen. Perubahan mikroskopik pada prostate telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Apabila perubahan ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50  tahun angka kejadianya sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun sekitar 100%.

C. Manifestasi klinik
Biasanya gejala-gejala pembesaran prostate jinak dikenal sebagai Lower Urinary Bract Symptonis) (LUBS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif. Gejala iritatif yaitu meliputi sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (nestitancy), harus mengejan (straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkotinen karena overflow.

D. Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada awal setelah terajdi pembesaran prostate :
Retensi pada leher buli-buli dan darah prostate meningkat, serta otot destrusor menebal dan meregang sehingga timbul sirkulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala :
1.      Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan retensi uretra adalah gambaran awal dan penetapan BPH.
2.      Histancy terjadi karena destrusor membutuhkan waku yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
3.      Intermittency terjadi karena destrusor tidak dapat mengatasi retensi uretra sampai akhir miski, terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miski terjadi karena jumlah residu urine yang banyak dalam buli-buli
4.      Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miski sehingga interval atau miski lebih pendek.
5.      Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
6.      Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan distrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
7.      Inkontinensia .bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit, urine keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai kompliance maksimum, terkadang dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan sfingter.

E. Komplikasi
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine karena produksi urea terus berlanjut maka suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravena meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis atau gagal ginjal, proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi karena selalu terdapat sisa urin, maka dapat membentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan refleksi, sehingga dapat terjadi pielonefritis. Pada waktu miski, pasien harus mengejan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia atau hemoroid.  

F. Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemerikasan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuria harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih. Walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria, elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostate spesifik antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perluanya biopsy / sebagai deteksi dini keganasan. Bila PSA kurang dari 4 mg/ml tidak perlu biopsy, sedangkan destiny (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostate. Bila PSAD 15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostate, demikian pula nilai PSA 10 mg/ml    
2.      Pemeriksaan radiologis                      
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena, USG dan sistoskopi, tujuan pemeriksaan pencintraan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urine, dan mencari kelainan patologik lain, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan BPH. Dari poto poles dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagi tanda metatastis dari keganasan prostate serta oestoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook apperance (gambaran ureter berbelok-belok divesika), identasi pada dasar buli-buli divertikel, residu urine atau filling derect divesika. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostate, memeriksa masa ginjal, menueteksi residu urine, batu ginjal, divertikulim atau tumor buli-buli.

G. Penatalaksanaan
1.      Observasi (watchfull waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat yang diberikan ialah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatik), mengurangi minum kopi dan tidak bolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi, setiap tiga bulan lakukan kontrol keluhan, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.   
2.      Terapi medikamentosa
a.       Penghambat Adrenergik a
Obat-obat yang sering dipakai adalah prozosin, dexzazosin, terazin, afluzosin atau yang lebih selektif (trambulozin) dosis dimulai dari 1 mg/hari, sedagkan dosis trombulozin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis a-1-adrenergik karena secara efektif mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas destrusor.
b.      Penghambat enzim 5-a- Rediktase 
Obat yang dipakai adalah finasferide (PROSCAR) dengan dosis 1x5 mg/hari obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat-prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari pada golongan a bloker, dan manfaatnya hanya jelas pada prostate yang sangat besar.
3.      Terapi Bedah 
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi bergantung bertanya segala gejala dan komplikasi indikasi absolute iuntuk terapi bedah :
·         Retensi urine berkurang
·         Hematuria
·         Tanda penurunan ginjal
·         Infeksi saluran kemih berulang
·         Ada batu saluran kemih
Teknis operasi prostatekomy :
v  Transurehtal Resection Of The Prostate (TURP)
Jaringan prostate obstruktif dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengan sistoskop resektoskop dimasukkan melalui uretra. 
v  Suprapubic / Open Prostatektomy
Diindikasikan untuk masa lebih dari 60 g / 60 cc. Penghambat jaringan prostat diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih. Pendekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih.
v  Retropubic Prostatectomy 
Massa jaringan prostat hipertrofi ( lokasi tinggi dibagian pelvis ) diangkat melansisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung kemih.
v  Perineal Prostatectomy
Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat melalui insisi diantara skrotum dan rektum. Rosedur radikal ini dilakukan untuk kanker dan dapat mengakibatkan impotensi.

H. Pathway








 


PERSALINAN DENGAN INDUKSI



BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Persalinan merupakan sebuah proses fisiologis yang akan dialami pada kebanyakan wanita hamil. Di dalam persalinan terdapat proses pengeluaran bayi, plasenta, cairan ketuban dan selaputnya. Proses persalinan dapat berlangsung secaran normal maupun resiko atau terjadi gangguan proses persalinan (dystocia). Gangguan persalinan ini erat kaitanya dengan factor-faktor yang mempengaruhi proses persalinan yang dikenal dengan 5P yaitu: power, passenger, passageway, posisi, psycologis. Salah satu mengatasi gangguan persalinan khususnya terkait dengan power dan passageway adalah dengan cara induksi persalinan.

Rumusan Masalah
1.      Pengertian induksi persalinan
2.      Klisifikasi induksi persalinan
3.      Indikasi dan kontra indikasi
4.      Komplikasi induksi persalinan
 




BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medikasi, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut dikerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu. (Wiknjosastro, 2007: 73).
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan(dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. (Darmayanti, 2009: 1).
Indikasi-indikasi yang penting ialah postmaturitas dan hipertensi pada kehamilan lebih dari 37 minggu. Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi, diantaranya :
1.      Hendaknya serviks uteri sudah  matang,  yaitu serviks sudah mendatar dan  menipis dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, sumbu serviks menghadap ke depan.
2.      Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD).
3.      Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan.
4.      Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul. Apabila kondisi-kondisi ini tidak dipenuhi, maka induksi persalinan mungkin tidak memberi hasil yang diharapkan.

B.     Tujuan Induksi
1.      Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan.
2.      Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan penurunan janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin.
3.      Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan memaksimalkan kepuasan ibu.

C.    Etiologi
Indikasi induksi persalinan bisa berasal dari anak atau dari ibu. Indikasi yang berasal dari ibu adalah :
1.      Kelainan hipertensi pada kehamilan, Gangguan hipertensi pada awal kehamilan disebabkan oleh berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai risiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
2.      Diabetes, Wanita diabetik yang hamil memiliki risiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetic. Diabetes yang diikuti dengan komplikasi lain seperti makrosomia, preklamsia, atau kematian janin, pengakhiran kehamilan lebih baik dilakukan dengan induksi atau operasi caesar.
3.      Perdarahan Antepartum, Perdarahan antepartum yang bisa dilakukan induksi persalinan adalah solusio plasenta dan plasenta previa lateralis. Solutio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang lepasnya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. Perdarahan yang terjadi karena terlepasnya plasenta dapat tersembunyi di belakang plasenta menembus selaput ketuban, masuk ke dalam kantong ketuban. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatakan gawat janin. Solusio placenta juga dapat mnyebabkan renjatan pada ibu. Untuk solusio plasenta yang sedang atau berat.
 
Indikasi yang berasal dari anak antara lain :

1.      Kehamilan lewat waktu (penelitian dilakukan oleh peneliti kehamilan lewat waktu di Kanada pada ibu yang mengalami kehamilan lewat dari 41 minggu yang diinduksi dengan yang tidak diinduksi, hasilnya menunjukkan angka seksiosesaria pada kelompok yang diinduksi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak diinduksi). Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan:
ü  Pertumbuhan janin makin melambat
ü  Terjadi perubahan metabolisme janin.
ü  Air ketuban berkurang dan makin kental.
ü  Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Risiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan postpartum.
2.      Ketuban pecah dini, Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. . Untuk itu perlu ditentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi antara lain bila suhu ibu ≥38°C. Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin. Yang ditakutkan jika terjadi ketuban pecah dini adalah terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Untuk itu jika kehamilan sudah memasuki aterm maka perlu dilakukaninduksi.
3.      Kematian janin dalam rahim.
4.      Restriksi pertumbuhan intrauteri, Bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan berisiko/ membahayakan hidup janin/kematian janin.
5.      Isoimunisasi dan penyakit kongenital janin yang mayor, Kelainan congenital mayor merupakan kelainan yang memberikan dampak besar pada bidang medis, operatif, dan kosmetik serta yang mempunyai risiko kesakitan dan kematian tinggi, misalnya : anensefalus, hidrosefalus,  hidronefrosis,  hidrops fetalis.

D.    Kontra Indikasi 
Kontra indikasi dari induksi persalinan ada yang absolut dan yang relatif.
Kontraindikasi absolut adalah :
1.      Disproposi sefalopelvik absolute.
2.      Gawat janin.
3.      Plasenta previa totalos.
4.      Vasa previa.
5.      Presentasi abnormal.
6.      Riwayat seksio sesaria klasik sebelumnya.
7.      Presentasi bokong

Kontraindikasi yang sifatnya relatif adalah :
1.      Perdarahan antepartum.
2.      Grande multiparitas.
3.      Riwayat seksio sesaria sebelumnya (SSTP).
4.      Malposisi dan malpresentasi.

E.     Klisifikasi
Induksi persalinan terbagi atas:
1.      Secara Medis
a.       Infus oksitosin
Syarat - syarat pemberian infuse oksitosin :
Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
a)      Kehamilan aterm.
b)      Ukuran panggul normal.
c)      Tak ada CPD.
d)     Janin dalam presentasi kepala.
e)      Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka)
Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai score Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasi.


SKOR BISHOP
SKOR
0
1
2
3
Pembukaan serviks
0
1-2
3-4
5-6
Pendataran serviks
0-30 %
40-50 %
60-70 %
80 %
Penurunan kepala diukur dari Hodge III (cm)
-3
-2
-1,0
+1, +2
Konsistensi serviks
Keras
Sedang
Lunak

Posisi serviks
Ke belakang
Searah sumbu jalan lahir
Ke arah depan