ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. S DENGAN BPH PROSTATEKTOMY
DIRUANG BAITUR RAHMAN RSI
SULTAN AGUNG SEMARANG
DISUSUN OLEH :
ADISTA INDI A
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN
AGUNG
SEMARANG
2008
BPH
(BENIGN PROSTATE HYPERTHROPY)
KONSEP TEORI
A. Definisi
Pembesaran
prostat jinak (BPH, Benign Prostate Hyperthropy) adalah pertumbuhan jinak pada
kelenjar prostat, yang menyebabkan prostat membesar (http :
//www.wikipedia.com)
Pembesaran
prostat jinak (BPH, Benign Prostate Hyperthropy) adalah pembesaran progresif
dari kelenjar prostate (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun ),
menyebabkan bebrapa derajat obstruksi uretra dan pembatasan aliran urinarius.
(Mansjoer, 2000)
Prostatektomi
reseksi bedah bagian prostat yang memotong uretra untuk memperbaiki aliran
urine dan menghilangkan retensi urinaria akut
(Marilyne
E. Doenges, 1993)
B. Etiologi
Etiologi
BPH belum diketahui secara jelas, namun terdapat faktor resiko umur dan hormon
androgen. Perubahan mikroskopik pada prostate telah terjadi pada pria usia
30-40 tahun. Apabila perubahan ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun
angka kejadianya sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun
sekitar 100%.
C. Manifestasi klinik
Biasanya
gejala-gejala pembesaran prostate jinak dikenal sebagai Lower Urinary Bract
Symptonis) (LUBS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif. Gejala
iritatif yaitu meliputi sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada
malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan
nyeri pada saat miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (nestitancy), harus
mengejan (straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi
memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkotinen karena overflow.
D. Patofisiologi
Proses
pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada awal setelah terajdi
pembesaran prostate :
Retensi
pada leher buli-buli dan darah prostate meningkat, serta otot destrusor menebal
dan meregang sehingga timbul sirkulasi atau divertikel. Fase penebalan
destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut maka destrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari
masing-masing gejala :
1.
Penurunan
kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan retensi uretra adalah gambaran awal
dan penetapan BPH.
2.
Histancy
terjadi karena destrusor membutuhkan waku yang lama untuk dapat melawan
resistensi uretra.
3.
Intermittency
terjadi karena destrusor tidak dapat mengatasi retensi uretra sampai akhir
miski, terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miski terjadi karena
jumlah residu urine yang banyak dalam buli-buli
4.
Nokturia dan
frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miski
sehingga interval atau miski lebih pendek.
5.
Frekuensi
terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks
berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
6.
Urgensi dan
disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan distrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter.
7.
Inkontinensia
.bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit, urine keluar
sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai kompliance
maksimum, terkadang dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan sfingter.
E. Komplikasi
Apabila
buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine karena produksi urea
terus berlanjut maka suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine
sehingga tekanan intravena meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis
atau gagal ginjal, proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi
karena selalu terdapat sisa urin, maka dapat membentuk batu endapan dalam
buli-buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.
Batu tersebut dapat pula menimbulkan refleksi, sehingga dapat terjadi
pielonefritis. Pada waktu miski, pasien harus mengejan sehingga lama kelamaan
dapat menyebabkan hernia atau hemoroid.
F. Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan
laboratorium
Analisis urin dan pemerikasan mikroskopik urin penting
untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuria
harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu,
infeksi saluran kemih. Walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria,
elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari
fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostate spesifik antigen (PSA)
dilakukan sebagai dasar penentuan perluanya biopsy / sebagai deteksi dini
keganasan. Bila PSA kurang dari 4 mg/ml tidak perlu biopsy, sedangkan destiny
(PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostate. Bila PSAD 15 maka
sebaiknya dilakukan biopsy prostate, demikian pula nilai PSA 10 mg/ml
2.
Pemeriksaan
radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografi intravena, USG dan sistoskopi, tujuan pemeriksaan pencintraan ini
adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli
dan volume residu urine, dan mencari kelainan patologik lain, baik yang
berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan BPH. Dari poto poles dapat
dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli
dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagi tanda metatastis dari keganasan
prostate serta oestoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari pielografi intravena
dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter,
fish hook apperance (gambaran ureter berbelok-belok divesika), identasi pada
dasar buli-buli divertikel, residu urine atau filling derect divesika. Dari USG
dapat diperkirakan besarnya prostate, memeriksa masa ginjal, menueteksi residu
urine, batu ginjal, divertikulim atau tumor buli-buli.
G. Penatalaksanaan
1.
Observasi
(watchfull waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan,
nasehat yang diberikan ialah mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatik),
mengurangi minum kopi dan tidak bolehkan minum alkohol agar tidak terlalu
sering miksi, setiap tiga bulan lakukan kontrol keluhan, sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur.
2.
Terapi
medikamentosa
a.
Penghambat
Adrenergik a
Obat-obat yang sering dipakai adalah prozosin, dexzazosin,
terazin, afluzosin atau yang lebih selektif (trambulozin) dosis dimulai dari 1
mg/hari, sedagkan dosis trombulozin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan
antagonis a-1-adrenergik karena secara efektif mengurangi obstruksi pada
buli-buli tanpa merusak kontraktilitas destrusor.
b.
Penghambat
enzim 5-a- Rediktase
Obat yang dipakai adalah finasferide (PROSCAR) dengan dosis
1x5 mg/hari obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat-prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih
lambat dari pada golongan a bloker, dan manfaatnya hanya jelas pada prostate
yang sangat besar.
3.
Terapi
Bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi bergantung
bertanya segala gejala dan komplikasi indikasi absolute iuntuk terapi bedah :
·
Retensi urine
berkurang
·
Hematuria
·
Tanda
penurunan ginjal
·
Infeksi
saluran kemih berulang
·
Ada batu
saluran kemih
Teknis operasi prostatekomy :
v Transurehtal Resection Of The Prostate (TURP)
Jaringan prostate obstruktif dari lobus medial sekitar
uretra diangkat dengan sistoskop resektoskop dimasukkan melalui uretra.
v Suprapubic / Open Prostatektomy
Diindikasikan untuk masa lebih dari 60 g / 60 cc.
Penghambat jaringan prostat diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat
melalui kandung kemih. Pendekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung
kemih.
v Retropubic Prostatectomy
Massa jaringan prostat hipertrofi ( lokasi tinggi dibagian
pelvis ) diangkat melansisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung kemih.
v Perineal Prostatectomy
Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat melalui
insisi diantara skrotum dan rektum. Rosedur radikal ini dilakukan untuk kanker
dan dapat mengakibatkan impotensi.
H. Pathway
KONSEP KEPERAWATAN
PRE OP PROSTEKTOMY
A. Pengkajian
Sirkulasi
Tanda
: peninggian ( efek pembesaran ginjal )
Eliminasi
Gejala
:
·
Penurunan
kekuatan / dorongan aliran urine, tetesan keragu-raguan pada awal berkemih
·
Ketidak mampuan
untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap dorongan dan frekwensi
berkemih.
·
Nokturia,
disuria, hematuria
·
Duduk untuk
berkemih
·
Konstipasi (
Protrusi prostat kedalam rektum )
Tanda
:
·
Massa pendek
dibawah abdomen bagian bawah (aistensi kandung kemih), nyeri tekan kandung
·
Hernia
inguinalis ; hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan maksimal yang
memerlukan pengosongan kandungan kemih, mengatasi tahanan).
Makanan
/ cairan
Gejala
: - anaroksia ; mual, muntah
- Penurunan berat badan
Nyeri
/ kenyamanan
Gejala
: - Nyeri suprapubis, punggung, tajam, kuat (pada prostitisakut)
- Nyeri punggung bawah
Keamanan
Gejala
: demam
Seksualitas
Gejala
: - masalah tentang efek kondisi /
terapi pada kemampuan seksual
- takut inkontinensia, menetes selama
hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
Tanda
: - pembesaran, nyeri tekan pusat
( Doengoes 3, 1993 )
B. Diagnosa keperawatan
1.
Nyeri akut
berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos sekunder akibat batu ginjal
2.
kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual muntah
3.
retensi urin
(akut) berhubungan ketidak mampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan
adekuat
4.
ansietas
berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual / yang dirasa sekunder
akibat penyakitnya (BPH)
C. Intervensi
1.
Nyeri akut
berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos sekunder akibat batu ginjal
Tujuan : Nyeri dapat berkurang
Kriteria hasil :
§ Melaporkan nyeri hilang / terkontrol
§ Tampak Rileks
§ Mampu untuk tidur / istirahat dengan tepat
Intervensi :
§ kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0
– 10) lamanya
§ pertahankan tirah baring bila diindikasikan
§ berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan
punggung, membantu mengatur posisi yang nyaman untuk pasien
§ dorong klien untuk penggunaan relaksasi / latihan
nafas dalam
§ kolaborasi pemberian obat narkotik, contoh :
eperidin ( demerol)
2.
Rertensi
urine berhubungan dengan pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor,
ketidak mampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat
Tujuan : berkemih dengan jumlah yang cukup, tidak teraba
distensi kandung kemih
Kriteria hasil :
- klien berkemih dalam jumlah
yang normal
-
menunjukkan
residu pasca – berkemih kurang dari 50 ml, dengan tidak ada tetesan / kelebihan
cairan
Intervensi :
·
Dorong pasien
untuk berkemih tiap 2 – 4 jam / bila tiba-tiba dirasakan
·
Observasi
aliran urine, perhatikan ukuran kekuatan
·
Dorong
masukan cairan sampai 3000 ml sehari
·
Awasi TTU (
Tanda-Tanda Vital)
·
Timbang BB
tiap hari, pertahankan pemasukan dan pengeluaran adekuat
·
Awasi
dan catat waktu dan jumlah tiap
berkemih, perhatikan peurunan saluran urine dan perubahan BB
·
Kolaborasi
pemberian obat Antispasmodik, contoh : oksibutinin (ditropan)
3.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : kebutuhan / masukan cairan pasien dapat terpenuhi
Kriteria hasil : masukan cairan adekuat yang dibuktikan
dengan TTV stabil, membran mukosa lembab.
Intervensi :
·
Awasi
kebutuhan dengan hati-hati, tiap 2 jam bila diindikasikan pehatikan keluaran
100-200ml/ jam
·
Dorong
peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu
·
Awasi TD,
nadi, membran mukosa
·
Tingkatkan
tirah baring kepala lebih tinggi
Asistas berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
kemungkinan prosedur bedah
Tujuan : ketakutan / kecemasan berkurang / hilang
Kriteria hasil :
·
Tampak rileks
·
Klien
menunjukkan adanya penurunan rasa takut
·
Melaporkan
ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangan
Intervensi :
·
Kaji tingkat
asietas
·
Berikan
kenyamanan dan ketentraman hati
·
Singkirkan
stimulasi yang berlebihan
·
Bantu klien
dalam mengenali asietas
·
Dorong pasien
untuk mampu mengungkapkan perasaan
·
Buat hubungan
saling percaya dengan klien
POST OP PROSTATEKTOMY
A. Pengkajian
Sirkulasi
Tanda
peninggian TD (efek pembesaran ginjal)
Eliminasi
Gejala :
·
Penurunan
kekuatan / dorongan aliran urin, tetesan
·
Keragu –
raguan pada berkemih awal
·
Ketidak
mampuan untuk kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih.
·
Nokturia,
disuria, hematuria.
·
Duduk untuk
berkemih.
·
ISK berulang,
riwayat batu (statis urinaria)
·
Konstipasi
(protruksi prostat kedalam rektum)
Tanda :
·
Massa padat
dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan, kandung kemih.
·
Hernia
inguinalis, hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang
memerlukan pengosongan kandung kemih, mengatasi tahanan).
Makanan
/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, penurunan berat badan.
Nyeri
/ kenyaman
Gejala : Nyeri suprapibis, panggul atau
punggung, tajam, kuat (pada prostalitis akut).
Keamanan
Gejala : Masalah tentang masalah efek
kondisi / terapi pada kemampuan seksual takut inkontinesia / menetes selama
hubungan intim.
Tanda : pembesaran, nyeri tekan
prostat.
B. Diagnosa keperawatan
1.
Perbuatan
eliminasi urine berhubungan dengan abtruksi mekanikal : bekual darah, edena,
trauma, prosedur bedah : tekanan dan iritasi kateter / balon ; hilang tonus
kandung kemih sehubungan dengan distensi berlebihan praoperasian atau
dekompresi kontinu.
2.
Resiko tinggi
terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, posca frosedur pembedahan (post prostatektomi)
3.
Resiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif (alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih yang sering); trauma jaringan ;
insisi bedah.
4.
Nyeri (akut)
berhubungan iritasi mukosa kandung kemih ; refleks spasme otot sehubungan
dengan prosedur bedah dan atau tekanan dari kandung kemih.
5.
Resiko tinggi
terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan status kesehatan ;
kemungkinan prosedur bedah.
6.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interprestasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi
B. Intervensi
1.
Perubahan
eliminasi urine berhungan dengan obsevasi mekanikol ; bekuan darah, eaema,
trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter / balon ; hilang tonus
kandung kemih sehubungan dengan distensi berlebihan praoperasi atau dekompresi
kantinu.
Tujuan : klien dapat berkemih dengan jumlah yang normal.
Kriteria hasil :
·
Berkemih
dalam jumlah normal tanpa retensi
·
Menunjukkan
perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih / urinaria.
Intervensi :
·
Kaji haluaran
urine dan sistem kateter / arainase
·
Bantu pasien
memilih posisi normal untuk berkemih dengan frekuensi sering setelah kateter dilepas.
·
Perhatikan
waktu jumlah berkemih, dan ukuran aliran setelah kateter dilepas.
·
Dorong pasien
kuntuk berkemih bila terasa dorongan tetapi lebih dari 2-4 jam
·
Ukur volume
residu bila ada kateter suprapublik.
·
Kolaborasi
pertahankan irigasi kandung kemih kontinu (continuous blodaer irigation / CBI)
sesuai indikasi pada periode pascaoperasi dini.
2.
Resiko tinggi
terhadap kekurangan cairan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, pasca
prosedur pembedahan (post prostatektomy)
Tujuan : untuk mempertahankan masukan cairan yang adekuat.
Kriteria hasil :
·
Mempertahankan
hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer, teraba, pengisian kofiler baik,
membran mokosa lembah, haliran urine cepat
·
Menunjukkan
tidak ada pendarahan aktif
Interiensi :
·
Awasi
pemasukan dan pengeluaran.
·
Observasi
drainase kateter, perhatikan pendarahan berlebihan / berlanjut.
·
Evaluasi
warna, lkonsistensi urine
·
Inspeksi
balutan / luka drain
·
Awasi tanda –
tanda vital.
·
Observasi
adanya gelisah, kacau mental, perubahan perilaku.
·
Dorong
pemasukan cairan 3000 ml/hari kecuali kontraindikasi
·
Kolaborasi :
awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, co, ch, Hb, Ht, eritrosit,
jumlah trobosit.
3.
Resiko tinggi
terhadap infeksi dengan adanya prosedur invansif (alat selama pembedahan,
kateter, lirigasi kandung kemih yang sering); trauma jaringan; ainsisi bedah.
Tujuan : tidak ada tanda – tanda adanya infeksi
Kriteria hasil :
·
Mencapai
waktu penyembuhan.
·
Tidak
mengalami tanda infeksi
Intervensi :
·
Pertahankan
sistem kateter steril, berikan perawatan kkateter reguler dengan sabun dan air,
berikan salep antibiotik disekitar sisi kateter.
·
Awasi tanda
vital, perhatikan dengan ringan, menggigil, nadi dan pernafasan cepat, gelisah,
peka, disorientasi
·
Observasi
drainopse dari luka, sekitar kateter suprapublik.
·
Ganti balutan
dengan sering, bersihkan kulit secara teratur
·
Kolaborasi
pemberian antibiotik sesuai indikasi
4.
Nyeri akut
berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih;reflekspasme otot berhubungan
dengan prosedur bedah dan / atau tekanan dari balon kandung .kemih.
Tujuan : keluhan nyeri berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
·
Melaporkan
nyeri hilang / terkontrol
·
Menunjukkan
penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas nderafeutik
·
Tampak
rileks, tidur / istirahat dengan tepat
Intervensi :
·
Kaji nyeri,
perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)
·
Tingkatkan
pemasukan sampai 300 ml/hari sesuai toleransi
·
Berikan
tindakkan kenyamanan (sentuhan terapeutik, perubahan sisi)
·
Dorong
penggunaan teknik relaksasi, misal : latihan nafas dalam, distraksi
·
Kolaborasi
pemberian antispasmodik, contoh : oksibutinin klorida (dikopan)
5.
Resiko tinggi
terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan status kesehatan;
kemungkinan prosedur bedah.
Tujuan : klien menampakkan wajah yang rileks
Kriteria hasil :
·
Menyatakan
pemahaman stuasi individu
·
Tampak rilek
dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi
·
Menunjukkan
ketrampilan pemecahan masalah
Intervensi :
·
Berikan
keterbukaan pada pasien / orang terdekat untuk membicarakan tentang masalah inkontinensia
dan fungtsi seksual.
·
Berikan
informasi yang akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
·
Berikan
penguatan informasi yang diberikan oleh dokter
·
Dorong pasien
untuk mengungkapkan perasaanya
6.
Kurang
pengetahuan mtentang kondisi, pronogsis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi; tidak mengenal sumber informasi
Tujuan : kilen dapat mengetahui
informasi tentang prosedur pembedahan dan pengobatan yang dilakukan
Kretirea hasil :
·
Menyatakan
pemahaman prosedur bedah dan pengobatan.
·
Melakukan
perubahan perilaku setelah diberikan informasi
·
Berpartisipasi
dalam program pengobatan.
Intervensi :
·
Kaji
implikasi prosedur dan harapan masa depan
·
Tekana
perlunya nutrisi yang baik, dorong konsumsi buah, meningkatkan diet tinggi
·
Batasi
aktivitas awal, contoh : menghindari mengangkat beratxxxxxx
·
Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medikxxxxxx dari
luka. Perubahan dari kateter / jumlah urine, perubahan berat, demam / menggigil
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, dkk . 2001 . Kapita
Selekta kedokteran . Media Aescurapius . FKUI : Jakarta.
Marilyn E . Doengoes . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan
. Jakarta : EGC.
Lynda Juall Carpenito . 1998 . Diagnosa Keperawatan
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidayat , R . 1997 . Buku Ajar Ilmu Bedah .
Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar